fauzan_FRS
Kamis, 09 Februari 2012
Sabtu, 05 November 2011
http://i380.photobucket.com/albums/oo250/arifbolang/rote2.jpg
Andai Pulau Rote ada di Dekat Bali
Nusa Tenggara — By PasirPantai.com on November 8, 2009 at 12:19 pm
pantai pulau rote
Kapal feri cepat lepas jangkar dari Pelabuhan Tenau Kupang pukul 09.00 Wita. Namun baru sekitar 45 menit berlayar, di sekitar perairan Pulau Semau, kapal diguncang pusaran arus kuat yang berputar-putar seperti puting beliung.
Pusaran itu terjadi karena pertemuan arus laut Samudera Hindia, Laut Timor dan Laut Sawu. Itulah arus Pukuafu, arus laut yang sudah menelan banyak korban jiwa dan harta benda. Tiga tahun silam, sebuah kapal feri dihempas Pukuafu, ratusan penumpang dan muatannya tumpah ke dasar laut.
Meskipun Pukuafu sering membuat penumpang kapal feri menahan napas, bagi mereka yang suka berpetualang, diguncang pusaran arus laut menjadi tantangan nan mengasyikan. Apalagi setelah lepas guncangan pusaran Pukuafu, mereka segera disuguhi pesona pantai Pulau Semau yang teramat elok. Pantai Semau merupakan pantai berkarang terjal di bagian utara dan selatan. Terdapat pula atol, pulau karang yang berlatar hutan bakau yang menghijau di bagian timur Rote.
Pelayaran lebih santai ketika menyusuri Pantai Baru di mana terdapat pelabuhan penyeberangan, namun kapal feri cepat tidak berlabuh di Pantai Baru. Setelah satu setengah jam berlayar menembus arus Pukuafu yang ganas, lalu menyusuri pulau-pulau indah di wilayah paling selatan Indonesia itu, kapal feri akan merapat di Dermaga Ba’a, ibukota Kabupaten Rote Ndao.
Sepanjang pantai Ba’a, hutan bakau terbentang bagaikan sabuk hijau yang memanjang, menutupi pulau bertanah kapur itu. Di bagian tertentu, sabuk hijau itu berselang-seling dengan pantai berpasir putih dan bukit-bukit kecil menyerupai pulau mini yang menjorok ke laut. Atol-atol berserakan di sana-sini.
Atol-atol itu, seperti nyaris terputus dihantam gelombang. Hantaman ombak membuat atol-atol menjadi seperti payung, tampak cantik, apalagi ketika ombak-ombak itu membentuk buih putih di sekitarnya. Di bagian kiri Dermaga Ba’a, ada pantai yang mendangkal karena proses sedimentasi yang terjadi selama ratusan tahun. Pantai itu ditumbuhi anakan bakau.
Sementara di bagian kanan, tampak Kota Ba’a dengan kawasan pertokoan yang membelakangi laut. Nun jauh di sana tampak Batu Termanu, pantai sekaligus bukit kecil yang membentuk tanjung yang kabarnya menyimpan misteri tentang kekuatan Pulau Rote.
Dari Batu Termanu Pulau Rote terlihat sangat memesona. Di sisi kiri bukit Termanu dengan pantai berpasir coklat, ada penginapan cukup mewah. Dari sisi ini, pelancong bisa menyaksikan matahari tenggelam utuh tanpa penghalang hingga ke kaki langit barat.
Ketua DPRD NTT, Ibrahim Agustinus Medah, yang juga putra Rote itu, amat suka menyaksikan “sun set” dari tempat ini. Ia yang berkunjung bersama rombongan yang mengunjungi Rote pekan lalu, selalu menyempatkan diri menyaksikan pesona mentari tenggelam dari Batu Termanu, setiap kali singgah di Rote.
Kuta-nya Rote
Selain Dalam Batu Terman, di tepian Rote Ndao juga ada pantai tersohor hingga ke mancanegara; Nembrala. Nembrala disebut-sebut sebagai Kuta-nya Pulau Rote, yang memiliki hamparan pasir putih sejauh mata memandang, ke timur maupun ke barat, bahkan di perkampungan yang ditumbuhi nyiur, pasir putih terus menghampar.
Pengunjung pasti akan dibuat berdecak kagum. Sepanjang pantai kini juga telah terbangun hotel dan restoran, yang kebanyakan di didatangi wisatawan mancanegara dan hanya sedikit wisatawan domestik.
Rombongan DPRD NTT juga singgah di pasir putih di Nembrala itu. Mereka menyaksikan sejumlah turis asing yang tengah asyik berselancar. Tak jauh dari pantai sebuah kapal pesiar tengah lego jangkar dan para awaknya menikmati keindahan ombak yang bergulung-gulung.
Semakin ke timur, pesona pantai semakin menggoda. Bo’a namanya, pantai tempat para peselancar dunia biasa mengikuti lomba tingkat internasional.
pantai pulau rote
Hanya sekitar dua tiga mil dari Pantai Bo’a, tampak Pulau Ndana, pulau yang semuanya berpasir tetapi hijau, tempat di mana satu peleton pasukan Marinir TNI Angkatan Laut mengawal bangsa dari arah selatan.
Selain pasir putih yang menggoda, di Pantai Bo’a juga ada atol. Di bukit inipun sudah ada orang “bule” membangun penginapan di tengah hutan dan jika tertarik, bisa menyeberang ke Pulau Ndana, di sana ada banyak rusa Timor yang dilindungi, sekaligus menjadi markas TNI AL mengawal bangsa.
Pengunjung juga bisa melanjutkan petualangan ke Oeseli, yang jaraknya hanya sekitar tiga kilometer dari Bo’a. Di sepanjang jalan menuju Oeseli itu, dijumpai banyak bukit karang yang ditumbuhi pohon kerdil, sehingga tampak seperti taman bonsai, hingga akhirnya menjumpai pantai Oeseli yang memiliki sebuah gerbang besar dari bukit batu cadas.
Bukit batu cadas itu, membentuk sebuah gerbang besar untuk mengintip wilayah selatan. Di seberang selatan Oeseli tampak Pulau Ndana yang segar menghijau. Pulau Ndana, adalah pulau paling selatan Indonesia, jaraknya hanya 70 mil dari gugusan Pulau Pasir, teritori Australia.
Di Oeseli, hutan batu karang yang berjejer di sepanjang pantai, kabarnya menjadi tempat kaum muda Rote menghabiskan akhir pekan atau mengisi masa liburan. “Di Rote banyak sekali tempat indah, sayang tempat-tempat ini jauh dari Bali,” kata anggota DPRD NTT dari Rote, Somy Pandie.
Pemandangan indah, tak hanya di Ba’a, Batu Termanu, Nembrala, Pantai Bo’a dan Oeseli, tetapi masih banyak tempat lain, baik di pantai selatan maupun utara.
Seorang warga Kota Kupang, Stef Taluta, menyatakan pantai indah itu adalah anugerah terpendam di pulau Rote. Jika Rote ini letaknya di dekat Bali, pasti turis asing akan saling berebut.
Andai Pulau Rote ada di Dekat Bali
Nusa Tenggara — By PasirPantai.com on November 8, 2009 at 12:19 pm
pantai pulau rote
Kapal feri cepat lepas jangkar dari Pelabuhan Tenau Kupang pukul 09.00 Wita. Namun baru sekitar 45 menit berlayar, di sekitar perairan Pulau Semau, kapal diguncang pusaran arus kuat yang berputar-putar seperti puting beliung.
Pusaran itu terjadi karena pertemuan arus laut Samudera Hindia, Laut Timor dan Laut Sawu. Itulah arus Pukuafu, arus laut yang sudah menelan banyak korban jiwa dan harta benda. Tiga tahun silam, sebuah kapal feri dihempas Pukuafu, ratusan penumpang dan muatannya tumpah ke dasar laut.
Meskipun Pukuafu sering membuat penumpang kapal feri menahan napas, bagi mereka yang suka berpetualang, diguncang pusaran arus laut menjadi tantangan nan mengasyikan. Apalagi setelah lepas guncangan pusaran Pukuafu, mereka segera disuguhi pesona pantai Pulau Semau yang teramat elok. Pantai Semau merupakan pantai berkarang terjal di bagian utara dan selatan. Terdapat pula atol, pulau karang yang berlatar hutan bakau yang menghijau di bagian timur Rote.
Pelayaran lebih santai ketika menyusuri Pantai Baru di mana terdapat pelabuhan penyeberangan, namun kapal feri cepat tidak berlabuh di Pantai Baru. Setelah satu setengah jam berlayar menembus arus Pukuafu yang ganas, lalu menyusuri pulau-pulau indah di wilayah paling selatan Indonesia itu, kapal feri akan merapat di Dermaga Ba’a, ibukota Kabupaten Rote Ndao.
Sepanjang pantai Ba’a, hutan bakau terbentang bagaikan sabuk hijau yang memanjang, menutupi pulau bertanah kapur itu. Di bagian tertentu, sabuk hijau itu berselang-seling dengan pantai berpasir putih dan bukit-bukit kecil menyerupai pulau mini yang menjorok ke laut. Atol-atol berserakan di sana-sini.
Atol-atol itu, seperti nyaris terputus dihantam gelombang. Hantaman ombak membuat atol-atol menjadi seperti payung, tampak cantik, apalagi ketika ombak-ombak itu membentuk buih putih di sekitarnya. Di bagian kiri Dermaga Ba’a, ada pantai yang mendangkal karena proses sedimentasi yang terjadi selama ratusan tahun. Pantai itu ditumbuhi anakan bakau.
Sementara di bagian kanan, tampak Kota Ba’a dengan kawasan pertokoan yang membelakangi laut. Nun jauh di sana tampak Batu Termanu, pantai sekaligus bukit kecil yang membentuk tanjung yang kabarnya menyimpan misteri tentang kekuatan Pulau Rote.
Dari Batu Termanu Pulau Rote terlihat sangat memesona. Di sisi kiri bukit Termanu dengan pantai berpasir coklat, ada penginapan cukup mewah. Dari sisi ini, pelancong bisa menyaksikan matahari tenggelam utuh tanpa penghalang hingga ke kaki langit barat.
Ketua DPRD NTT, Ibrahim Agustinus Medah, yang juga putra Rote itu, amat suka menyaksikan “sun set” dari tempat ini. Ia yang berkunjung bersama rombongan yang mengunjungi Rote pekan lalu, selalu menyempatkan diri menyaksikan pesona mentari tenggelam dari Batu Termanu, setiap kali singgah di Rote.
Kuta-nya Rote
Selain Dalam Batu Terman, di tepian Rote Ndao juga ada pantai tersohor hingga ke mancanegara; Nembrala. Nembrala disebut-sebut sebagai Kuta-nya Pulau Rote, yang memiliki hamparan pasir putih sejauh mata memandang, ke timur maupun ke barat, bahkan di perkampungan yang ditumbuhi nyiur, pasir putih terus menghampar.
Pengunjung pasti akan dibuat berdecak kagum. Sepanjang pantai kini juga telah terbangun hotel dan restoran, yang kebanyakan di didatangi wisatawan mancanegara dan hanya sedikit wisatawan domestik.
Rombongan DPRD NTT juga singgah di pasir putih di Nembrala itu. Mereka menyaksikan sejumlah turis asing yang tengah asyik berselancar. Tak jauh dari pantai sebuah kapal pesiar tengah lego jangkar dan para awaknya menikmati keindahan ombak yang bergulung-gulung.
Semakin ke timur, pesona pantai semakin menggoda. Bo’a namanya, pantai tempat para peselancar dunia biasa mengikuti lomba tingkat internasional.
pantai pulau rote
Hanya sekitar dua tiga mil dari Pantai Bo’a, tampak Pulau Ndana, pulau yang semuanya berpasir tetapi hijau, tempat di mana satu peleton pasukan Marinir TNI Angkatan Laut mengawal bangsa dari arah selatan.
Selain pasir putih yang menggoda, di Pantai Bo’a juga ada atol. Di bukit inipun sudah ada orang “bule” membangun penginapan di tengah hutan dan jika tertarik, bisa menyeberang ke Pulau Ndana, di sana ada banyak rusa Timor yang dilindungi, sekaligus menjadi markas TNI AL mengawal bangsa.
Pengunjung juga bisa melanjutkan petualangan ke Oeseli, yang jaraknya hanya sekitar tiga kilometer dari Bo’a. Di sepanjang jalan menuju Oeseli itu, dijumpai banyak bukit karang yang ditumbuhi pohon kerdil, sehingga tampak seperti taman bonsai, hingga akhirnya menjumpai pantai Oeseli yang memiliki sebuah gerbang besar dari bukit batu cadas.
Bukit batu cadas itu, membentuk sebuah gerbang besar untuk mengintip wilayah selatan. Di seberang selatan Oeseli tampak Pulau Ndana yang segar menghijau. Pulau Ndana, adalah pulau paling selatan Indonesia, jaraknya hanya 70 mil dari gugusan Pulau Pasir, teritori Australia.
Di Oeseli, hutan batu karang yang berjejer di sepanjang pantai, kabarnya menjadi tempat kaum muda Rote menghabiskan akhir pekan atau mengisi masa liburan. “Di Rote banyak sekali tempat indah, sayang tempat-tempat ini jauh dari Bali,” kata anggota DPRD NTT dari Rote, Somy Pandie.
Pemandangan indah, tak hanya di Ba’a, Batu Termanu, Nembrala, Pantai Bo’a dan Oeseli, tetapi masih banyak tempat lain, baik di pantai selatan maupun utara.
Seorang warga Kota Kupang, Stef Taluta, menyatakan pantai indah itu adalah anugerah terpendam di pulau Rote. Jika Rote ini letaknya di dekat Bali, pasti turis asing akan saling berebut.
Karimun Jawa – Berenang Bersama Hiu
Karimun Jawa — By PasirPantai.com on September 22, 2009 at 3:39 pm
karimunjawahiu
Hiu. Hmm, siapa yang tak mengenal binatang jenis mamalia yang satu ini. Keganasannya, tak usah diragukan lagi. Giginya yang tajam tentu saja bisa dengan mudah mengoyak mangsanya seketika, tak terkecuali manusia. Maka tak heran jika hiu merupakan binatang laut yang paling ditakuti.
Nah, di Pulau Menjangan besar Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, terdapat sebuah lokasi di mana kita justru bisa bercengkrama dengan hiu-hiu putih (carcharodon carsharias) tanpa rasa khawatir.
“Asal jangan dipegang ekornya. Kalau dipegang, ya iso gigit. Kalau arep megang cukup ngelus kepalanya saja. Nggak gigit kok,” ujar Karso, salah satu awak perahu yang menjadi pemandu kami saat mengunjungi salah satu rumah apung di Pulau Menjangan Besar, Taman Nasional Karimun Jawa, Jepara, Minggu (29/6) kemarin.
Di rumah apung yang sekaligus menjadi tempat penginapan para wisatawan inilah, puluhan ikan hiu berukuran antara 1-1,5 meter dipelihara. Oleh pemiliknya, ikan hiu ini menjadi semacam hiburan bagi wisatawan yang menginap di rumah apung tersebut. Belakangan, seiring animo wisatawan mengunjungi lokasi tersebut, pihak pengelola rumah terapung mempersilakan wisatawan yang ingin menjajal adrenalin berenang bersama kumpulan hiu.
Untuk biaya masuk, pihak pengelola tak menetapkan biaya tiket. “Biasanya, biaya masuk untuk satu rombongan hanya Rp 20.000,” kata Karso.
Murah sekali bukan?! Apalagi tarif tersebut sudah termasuk peminjaman peralatan snorkling, seperti Goggle, snorkle, dan fin.
Lisa, salah satu mahasiswi asal Belanda yang tengah mengikuti pertukaran pelajar di Yogyakarta, mengaku, awalnya ia ketakutan berenang di kolam hiu berukuran sekitar 9 m x 9 m tersebut. “Awalnya saya takut, tapi ini pengalaman yang luar biasa, kenapa saya tidak coba saja,” ujarnya dalam logat bahasa Inggris.
Sensasi inilah, yang juga memancing saya untuk uji nyali. Awalnya memang rada deg-degan, namun setelah mengetahui bahwa pemilik memberi makan yang cukup kepada mereka dan meyakinkan saya bahwa hiu-hiu itu jinak, saya pun akhirnya nyemplung ke kolam yang berisi sekitar sembilan ikan hiu itu.
Terdapat dua kolam ikan hiu di rumah apung yang dibangun sejak 18 tahun lalu itu. Kolam pertama, berukuran sekitar 3m x 7m, berada persis di depan wisma yang mengarah ke laut lepas. Di kolam ini, wisatawan tak diperkenankan berenang. Mengingat, selain dihuni hiu putih tapi juga terdapat ikan barakuda yang tergolong ganas.
Menurut Is (53), pengelola rumah terapung tersebut, terdapat sekitar belasan ikan beragam jenis. Namun, yang cukup banyak adalah hiu putih dan barakuda dengan beragam ukuran. “Ikan hiu yang paling gede ukuran 50 kg. Semua itu anak-anaknya. Induk mereka sudah mati. Tadinya ada empat. Tiga mati, satu dibawa ke Ancol,” kata Is, yang sudah bekerja di wisma milik Pak Yakobus selama 20 tahun itu.
Menurut Is, ikan-ikan itu merupakan hasil tangkapan para nelayan untuk kemudian dipelihara sebagai pemikat bagi tamu yang datang ke wisma tersebut.
Tamu atau pengunjung yang datang di wisma, hanya diperkenankan berenang di kolam berada samping kiri wisma. Selain terdapat hiu, di kolam ini juga ada seekor kura-kura berukuran cukup besar. Is, tak mengetahui secara rinci usianya, namun kura-kura tersebut sudah ada di kawasan wisma sejak 5 tahun lalu.
Selain di wisma yang dikelola Is, kolam hiu juga terdapat di wisma apung Jaya karimun, milik (alm) Ismarjoko. Di wisma apung ini, terdapat beberapa jenis hiu berbagai ukuran.
Menurut Diah, salah satu pengelola di wisma tersebut, Hiu-hiu itu memang tergolong ganas. Namun dengan memberi makanan yang cukup dan teratur, ikan-ikan tersebut tak akan menyerang mereka yang ingin berenang di kolam hiu yang terdapat di wisma tersebut. “Ad juga sih yang berani berenang. Nggak apa-apa sih. Kan sudah dikasih makan yang cukup dan teratur. Biasanya kalau sudah kekenyangan mereka sih jinak-jinak aja. Asal jangan ada luka pas turun ke kolam,” katanya.
“Biasanya orang-orang bule yang berani berenang di sini,” tambahnya.
Tak sulit untuk mencapai wisma apung di Pulau Menjangan Besar tersebut. Dari pelabuhan nelayan di desa Karimunjawa hanya menempuh waktu tak lebih dari sepuluh menit dengan menggunakan perahu carteran milik para nelayan, yang tarifnya berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 300.000 untuk penyewaan sehari penuh.
Kepulauan Karimunjawa Jawa terdiri atas 27 pulau-pulau kecil yang terletak di laut Jawa. Lokasinya sekitar 83 km utara Kota Jepara. Dari 27 pulau, hanya lima pulau yang berpenghuni, yakni Pulau Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk, dan Genting.
Selain menawarkan sensasi bercengkerama dengan ikan hiu, kawasan pasir putih yang menghampar di bibir pantai pulau menjangan kecil menjadi daya tarik tersendiri. Lokasi ini juga bisa digunakan sebagai kawasan terapi air laut.
Ada dua alternatif jalur transportasi laut yang bisa digunakan menuju Karimunjawa, yakni dengan menggunakan KMP Muria dari Pelabuhan Kartini Jepara atau kapal cepat Karimunjawa dari pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Namun angkutan yang satu ini, sejak sebulan lalu, dalam kondisi rusak dan tengah diperbaiki. Ini yang menyebabkan lonjakan penumpang di KMP Muria selama sebulan terakhir. Dalam sepekan, terdapat dua kali jadwal pelayaran dari Jepara ke Karimunjawa, yakni Rabu dan Sabtu.
Nah, jika Anda berkesempatan mengunjungi Karimunjawa, ada baiknya mencoba tantangan yang bisa menguji adrenalin anda. Dijamin akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan.
Karimun Jawa — By PasirPantai.com on September 22, 2009 at 3:39 pm
karimunjawahiu
Hiu. Hmm, siapa yang tak mengenal binatang jenis mamalia yang satu ini. Keganasannya, tak usah diragukan lagi. Giginya yang tajam tentu saja bisa dengan mudah mengoyak mangsanya seketika, tak terkecuali manusia. Maka tak heran jika hiu merupakan binatang laut yang paling ditakuti.
Nah, di Pulau Menjangan besar Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, terdapat sebuah lokasi di mana kita justru bisa bercengkrama dengan hiu-hiu putih (carcharodon carsharias) tanpa rasa khawatir.
“Asal jangan dipegang ekornya. Kalau dipegang, ya iso gigit. Kalau arep megang cukup ngelus kepalanya saja. Nggak gigit kok,” ujar Karso, salah satu awak perahu yang menjadi pemandu kami saat mengunjungi salah satu rumah apung di Pulau Menjangan Besar, Taman Nasional Karimun Jawa, Jepara, Minggu (29/6) kemarin.
Di rumah apung yang sekaligus menjadi tempat penginapan para wisatawan inilah, puluhan ikan hiu berukuran antara 1-1,5 meter dipelihara. Oleh pemiliknya, ikan hiu ini menjadi semacam hiburan bagi wisatawan yang menginap di rumah apung tersebut. Belakangan, seiring animo wisatawan mengunjungi lokasi tersebut, pihak pengelola rumah terapung mempersilakan wisatawan yang ingin menjajal adrenalin berenang bersama kumpulan hiu.
Untuk biaya masuk, pihak pengelola tak menetapkan biaya tiket. “Biasanya, biaya masuk untuk satu rombongan hanya Rp 20.000,” kata Karso.
Murah sekali bukan?! Apalagi tarif tersebut sudah termasuk peminjaman peralatan snorkling, seperti Goggle, snorkle, dan fin.
Lisa, salah satu mahasiswi asal Belanda yang tengah mengikuti pertukaran pelajar di Yogyakarta, mengaku, awalnya ia ketakutan berenang di kolam hiu berukuran sekitar 9 m x 9 m tersebut. “Awalnya saya takut, tapi ini pengalaman yang luar biasa, kenapa saya tidak coba saja,” ujarnya dalam logat bahasa Inggris.
Sensasi inilah, yang juga memancing saya untuk uji nyali. Awalnya memang rada deg-degan, namun setelah mengetahui bahwa pemilik memberi makan yang cukup kepada mereka dan meyakinkan saya bahwa hiu-hiu itu jinak, saya pun akhirnya nyemplung ke kolam yang berisi sekitar sembilan ikan hiu itu.
Terdapat dua kolam ikan hiu di rumah apung yang dibangun sejak 18 tahun lalu itu. Kolam pertama, berukuran sekitar 3m x 7m, berada persis di depan wisma yang mengarah ke laut lepas. Di kolam ini, wisatawan tak diperkenankan berenang. Mengingat, selain dihuni hiu putih tapi juga terdapat ikan barakuda yang tergolong ganas.
Menurut Is (53), pengelola rumah terapung tersebut, terdapat sekitar belasan ikan beragam jenis. Namun, yang cukup banyak adalah hiu putih dan barakuda dengan beragam ukuran. “Ikan hiu yang paling gede ukuran 50 kg. Semua itu anak-anaknya. Induk mereka sudah mati. Tadinya ada empat. Tiga mati, satu dibawa ke Ancol,” kata Is, yang sudah bekerja di wisma milik Pak Yakobus selama 20 tahun itu.
Menurut Is, ikan-ikan itu merupakan hasil tangkapan para nelayan untuk kemudian dipelihara sebagai pemikat bagi tamu yang datang ke wisma tersebut.
Tamu atau pengunjung yang datang di wisma, hanya diperkenankan berenang di kolam berada samping kiri wisma. Selain terdapat hiu, di kolam ini juga ada seekor kura-kura berukuran cukup besar. Is, tak mengetahui secara rinci usianya, namun kura-kura tersebut sudah ada di kawasan wisma sejak 5 tahun lalu.
Selain di wisma yang dikelola Is, kolam hiu juga terdapat di wisma apung Jaya karimun, milik (alm) Ismarjoko. Di wisma apung ini, terdapat beberapa jenis hiu berbagai ukuran.
Menurut Diah, salah satu pengelola di wisma tersebut, Hiu-hiu itu memang tergolong ganas. Namun dengan memberi makanan yang cukup dan teratur, ikan-ikan tersebut tak akan menyerang mereka yang ingin berenang di kolam hiu yang terdapat di wisma tersebut. “Ad juga sih yang berani berenang. Nggak apa-apa sih. Kan sudah dikasih makan yang cukup dan teratur. Biasanya kalau sudah kekenyangan mereka sih jinak-jinak aja. Asal jangan ada luka pas turun ke kolam,” katanya.
“Biasanya orang-orang bule yang berani berenang di sini,” tambahnya.
Tak sulit untuk mencapai wisma apung di Pulau Menjangan Besar tersebut. Dari pelabuhan nelayan di desa Karimunjawa hanya menempuh waktu tak lebih dari sepuluh menit dengan menggunakan perahu carteran milik para nelayan, yang tarifnya berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 300.000 untuk penyewaan sehari penuh.
Kepulauan Karimunjawa Jawa terdiri atas 27 pulau-pulau kecil yang terletak di laut Jawa. Lokasinya sekitar 83 km utara Kota Jepara. Dari 27 pulau, hanya lima pulau yang berpenghuni, yakni Pulau Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk, dan Genting.
Selain menawarkan sensasi bercengkerama dengan ikan hiu, kawasan pasir putih yang menghampar di bibir pantai pulau menjangan kecil menjadi daya tarik tersendiri. Lokasi ini juga bisa digunakan sebagai kawasan terapi air laut.
Ada dua alternatif jalur transportasi laut yang bisa digunakan menuju Karimunjawa, yakni dengan menggunakan KMP Muria dari Pelabuhan Kartini Jepara atau kapal cepat Karimunjawa dari pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Namun angkutan yang satu ini, sejak sebulan lalu, dalam kondisi rusak dan tengah diperbaiki. Ini yang menyebabkan lonjakan penumpang di KMP Muria selama sebulan terakhir. Dalam sepekan, terdapat dua kali jadwal pelayaran dari Jepara ke Karimunjawa, yakni Rabu dan Sabtu.
Nah, jika Anda berkesempatan mengunjungi Karimunjawa, ada baiknya mencoba tantangan yang bisa menguji adrenalin anda. Dijamin akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan.
Raja Ampat yang Mempesona
Raja Ampat — By PasirPantai.com on September 7, 2009 at 3:02 pm
bira
Sejumlah turis tampak asyik bersantap dan mengobrol santai sambil memandang lepas ke arah laut yang didominasi warna biru, hijau, dan putih. Warna-warna itu muncul karena pengaruh dari hamparan terumbu karang di dasar laut yang dangkal maupun dalam. Mereka sedang menikmati makan siang di Papua Diving Resort, perairan f Irian Jaya Barat.
Teriknya matahari dan cerahnya udara justru membuat gemas para tamu untuk kembali menyelam dan menyelam. Cahaya matahari kerap menembus celah-celah gelombang laut sampai ke karang. Keelokan pemandangan dan biota lautnya memang membuat kesan mendalam bagi para wisatawan. Bagi pencinta wisata pesisir dan bawah air yang fanatik, Raja Ampat sangat dikenal bahkan dinilai terbaik di dunia untuk kualitas terumbu karangnya.
Banyak fotografer bawah laut internasional mengabadikan pesona laut Raja Ampat. Bahkan ada yang datang berulang kali dan membuat buku khusus tentang keindahan terumbu karang dan biota laut kawasan ini. Pertengahan 2006 lalu, tim khusus dari majalah petualangan ilmiah terkemuka dunia, National Geographic, membuat liputan di Raja Ampat yang akan menjadi laporan utama pada 2007.
Sebanyak 610 Pulau
Raja Ampat adalah pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat. Mereka seakan ingin menjelajahi seluruh perairan di “Kepala Burung” Pulau Papua.
Wilayah ini sempat menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan menebar racun sianida. Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi kawasan itu sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut Raja Ampat dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Luar biasa.
Bank Dunia bekerja sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat, program ini mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut.
Eksotis
Papua Diving, satu-satunya resor eksotis yang menawarkan wisata bawah laut di kawasan itu, didatangi turis-turis penggemar selam yang betah selama berhari-hari bahkan hingga sebulan penuh mengarungi lekuk-lekuk dasar laut. Mereka seakan tak ingin kembali ke negeri masing-masing karena sudah mendapatkan “pulau surga yang tak ada duanya di bumi ini”.
Pengelolanya tak gampang mempersiapkan tempat bagi wisatawan. Maximillian J Ammer, warga negara Belanda pemilik Papua Diving Resort yang juga pionir penggerak wisata laut kawasan ini, harus mati-matian menyiapkan berbagai fasilitas untuk menarik turis dari mancanegara. Sejak memulai usahanya delapan tahun lalu, banyak dana harus dikeluarkan. Namun, hasilnya juga memuaskan. Setiap tahun resor ini dikunjungi minimal 600 turis spesial yang menghabiskan waktu rata-rata dua pekan.
Penginapan sangat sederhana yang hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu bertarif minimal 75 euro atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus membayar 30 euro atau sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi tertentu. Kebanyakan wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal Indonesia yang menginap dan menyelam di sana.
“Turis menyelam hampir setiap hari karena lokasi penyelaman sangat luas dan beragam. Keindahan terumbu karangnya memang bervariasi sehingga banyak pilihan dan mengundang penasaran. Ada turis yang sudah berusia 80 tahun masih kuat menyelam,” tutur Max Ammer yang beristrikan perempuan Manado.
Tiga tahun lalu, Papua Diving membangun penginapan modern tak jauh dari lokasi pertama. Ternyata, penginapan yang dibangun dengan mengandalkan bahan bangunan lokal ini hampir selalu penuh dipesan. Padahal tarifnya mencapai 225 euro atau sekitar Rp 2,7 juta per malam. Di lokasi yang baru, dilengkapi peralatan modern, termasuk fasilitas telepon internasional dan internet.
Turis ke Raja Ampat hanya ingin ke Papua Diving di Pulau Mansuar karena fasilitas dan pelayannya sudah berstandar internasional, juga makanannya. Mereka mendarat di Bandara Domne Eduard Osok, Sorong, langsung menuju lokasi dengan kapal cepat berkapasitas sekitar 10 orang yang tarifnya Rp 3,2 juta sekali jalan. Perlu waktu sekitar 3-4 jam untuk mencapai Mansuar.
Seperti pulau lainnya, Mansuar tampak asri karena hutannya masih terjaga dan air lautnya pun bersih sehingga biota laut yang tidak jauh dari permukaan bisa terlihat jelas. Turis cukup berenang atau ber-snorkelling untuk melihat keindahan laut, sedangkan jika ingin mengamati langsung kecantikan biota laut di kedalaman, mereka harus menyelam.
Merasa Aman
Warga lokal dilibatkan dalam pembangunan dan pengelolaan resor, bahkan 90 dari 100 karyawannya adalah warga Papua. Penduduk juga memasok ikan, sayur-mayur, buah-buahan, dan lainnya. Salah satu paket wisatanya mengunjungi perkampungan untuk melihat tanaman dan hewan khas setempat, termasuk burung Cendrawasih. Banyak wisatawan yang menjadi donatur pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak sekitar Man- suar.
Max Ammer mempunyai komitmen untuk meningkatkan ekonomi dan keterampilan warga setempat. Mereka ada yang dilatih berbahasa asing dan menggunakan peralatan selam. Wisatawan pun merasa aman di kala siang maupun malam saat menikmati terik dan tenggelamnya matahari maupun saat berenang dan menyelam di laut yang sangat dalam.
Selain kelautan dan perikanan, Raja Ampat memiliki kekayaan sumber daya alam, antara lain minyak bumi dan nikel. Di dasar lautnya juga banyak terdapat kapal-kapal karam bekas Perang Dunia II yang diperkirakan memuat “harta karun” bernilai tinggi. Namun, jika salah kelola, kegiatan eksploitasi semua itu dikhawatirkan mengancam kelestarian dan keindahan alam lautnya.
Sumber : Suara Pembaruan, Sumedi TP, 7 Januari 2007
Pencarian Pengunjung:
raja ampat, raja ampat papua, pantai raja ampat, foto raja ampat, gambar raja ampat Tags: cara ke raja ampat, foto pulau raja ampat, foto raja ampat, gambar pulau raja ampat, gambar raja, gambar raja ampat, lokasi raja ampat, pantai di papua, pantai papua, pantai raja ampat, pantai raja ampat papua, penginapan di raja ampat, penginapan raja ampat, Raja Ampat, raja ampat penginapan
Raja Ampat — By PasirPantai.com on September 7, 2009 at 3:02 pm
bira
Sejumlah turis tampak asyik bersantap dan mengobrol santai sambil memandang lepas ke arah laut yang didominasi warna biru, hijau, dan putih. Warna-warna itu muncul karena pengaruh dari hamparan terumbu karang di dasar laut yang dangkal maupun dalam. Mereka sedang menikmati makan siang di Papua Diving Resort, perairan f Irian Jaya Barat.
Teriknya matahari dan cerahnya udara justru membuat gemas para tamu untuk kembali menyelam dan menyelam. Cahaya matahari kerap menembus celah-celah gelombang laut sampai ke karang. Keelokan pemandangan dan biota lautnya memang membuat kesan mendalam bagi para wisatawan. Bagi pencinta wisata pesisir dan bawah air yang fanatik, Raja Ampat sangat dikenal bahkan dinilai terbaik di dunia untuk kualitas terumbu karangnya.
Banyak fotografer bawah laut internasional mengabadikan pesona laut Raja Ampat. Bahkan ada yang datang berulang kali dan membuat buku khusus tentang keindahan terumbu karang dan biota laut kawasan ini. Pertengahan 2006 lalu, tim khusus dari majalah petualangan ilmiah terkemuka dunia, National Geographic, membuat liputan di Raja Ampat yang akan menjadi laporan utama pada 2007.
Sebanyak 610 Pulau
Raja Ampat adalah pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat. Mereka seakan ingin menjelajahi seluruh perairan di “Kepala Burung” Pulau Papua.
Wilayah ini sempat menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan menebar racun sianida. Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi kawasan itu sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut Raja Ampat dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Luar biasa.
Bank Dunia bekerja sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat, program ini mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut.
Eksotis
Papua Diving, satu-satunya resor eksotis yang menawarkan wisata bawah laut di kawasan itu, didatangi turis-turis penggemar selam yang betah selama berhari-hari bahkan hingga sebulan penuh mengarungi lekuk-lekuk dasar laut. Mereka seakan tak ingin kembali ke negeri masing-masing karena sudah mendapatkan “pulau surga yang tak ada duanya di bumi ini”.
Pengelolanya tak gampang mempersiapkan tempat bagi wisatawan. Maximillian J Ammer, warga negara Belanda pemilik Papua Diving Resort yang juga pionir penggerak wisata laut kawasan ini, harus mati-matian menyiapkan berbagai fasilitas untuk menarik turis dari mancanegara. Sejak memulai usahanya delapan tahun lalu, banyak dana harus dikeluarkan. Namun, hasilnya juga memuaskan. Setiap tahun resor ini dikunjungi minimal 600 turis spesial yang menghabiskan waktu rata-rata dua pekan.
Penginapan sangat sederhana yang hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu bertarif minimal 75 euro atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus membayar 30 euro atau sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi tertentu. Kebanyakan wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal Indonesia yang menginap dan menyelam di sana.
“Turis menyelam hampir setiap hari karena lokasi penyelaman sangat luas dan beragam. Keindahan terumbu karangnya memang bervariasi sehingga banyak pilihan dan mengundang penasaran. Ada turis yang sudah berusia 80 tahun masih kuat menyelam,” tutur Max Ammer yang beristrikan perempuan Manado.
Tiga tahun lalu, Papua Diving membangun penginapan modern tak jauh dari lokasi pertama. Ternyata, penginapan yang dibangun dengan mengandalkan bahan bangunan lokal ini hampir selalu penuh dipesan. Padahal tarifnya mencapai 225 euro atau sekitar Rp 2,7 juta per malam. Di lokasi yang baru, dilengkapi peralatan modern, termasuk fasilitas telepon internasional dan internet.
Turis ke Raja Ampat hanya ingin ke Papua Diving di Pulau Mansuar karena fasilitas dan pelayannya sudah berstandar internasional, juga makanannya. Mereka mendarat di Bandara Domne Eduard Osok, Sorong, langsung menuju lokasi dengan kapal cepat berkapasitas sekitar 10 orang yang tarifnya Rp 3,2 juta sekali jalan. Perlu waktu sekitar 3-4 jam untuk mencapai Mansuar.
Seperti pulau lainnya, Mansuar tampak asri karena hutannya masih terjaga dan air lautnya pun bersih sehingga biota laut yang tidak jauh dari permukaan bisa terlihat jelas. Turis cukup berenang atau ber-snorkelling untuk melihat keindahan laut, sedangkan jika ingin mengamati langsung kecantikan biota laut di kedalaman, mereka harus menyelam.
Merasa Aman
Warga lokal dilibatkan dalam pembangunan dan pengelolaan resor, bahkan 90 dari 100 karyawannya adalah warga Papua. Penduduk juga memasok ikan, sayur-mayur, buah-buahan, dan lainnya. Salah satu paket wisatanya mengunjungi perkampungan untuk melihat tanaman dan hewan khas setempat, termasuk burung Cendrawasih. Banyak wisatawan yang menjadi donatur pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak sekitar Man- suar.
Max Ammer mempunyai komitmen untuk meningkatkan ekonomi dan keterampilan warga setempat. Mereka ada yang dilatih berbahasa asing dan menggunakan peralatan selam. Wisatawan pun merasa aman di kala siang maupun malam saat menikmati terik dan tenggelamnya matahari maupun saat berenang dan menyelam di laut yang sangat dalam.
Selain kelautan dan perikanan, Raja Ampat memiliki kekayaan sumber daya alam, antara lain minyak bumi dan nikel. Di dasar lautnya juga banyak terdapat kapal-kapal karam bekas Perang Dunia II yang diperkirakan memuat “harta karun” bernilai tinggi. Namun, jika salah kelola, kegiatan eksploitasi semua itu dikhawatirkan mengancam kelestarian dan keindahan alam lautnya.
Sumber : Suara Pembaruan, Sumedi TP, 7 Januari 2007
Pencarian Pengunjung:
raja ampat, raja ampat papua, pantai raja ampat, foto raja ampat, gambar raja ampat Tags: cara ke raja ampat, foto pulau raja ampat, foto raja ampat, gambar pulau raja ampat, gambar raja, gambar raja ampat, lokasi raja ampat, pantai di papua, pantai papua, pantai raja ampat, pantai raja ampat papua, penginapan di raja ampat, penginapan raja ampat, Raja Ampat, raja ampat penginapan
Selasa, 01 November 2011
PULAU KOMODO
Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah timur Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape.
Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.
Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.
[sunting]Sejarah
Pada tahun 1910 orang Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari Letnan Steyn van Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan besar menyerupai naga di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh seekor komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.
Tahun 2009, Taman Nasional Komodo dinobatkan menjadi finalis "New Seven Wonders of Nature" yang baru diumumkan pada tahun 2010 melalui voting secara online di www.N7W.com.
[sunting]Pranala luar
(Indonesia) Suku Komodo, Sunyi di Tengah Ingar-Bingar
(Indonesia) Pulau Komodo NTT : Indah dan Uniknya Pink Beach
Artikel bertopik pulau di Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Kategori: Pulau di IndonesiaPulau di Nusa Tenggara TimurKabupaten Manggarai Barat
Sabtu, 29 Oktober 2011
Langganan:
Komentar (Atom)